1.
Motivasi
Kerja
a.
Pengertian
Motivasi Kerja
Istilah motivasi (Motivation) atau motif (Motive)
populer di dalam dunia kehidupan yang menuntut prestasi. Motivasi kerja menurut
Danim (2004:24) adalah dorongan yang muncul pada diri individu untuk secara
sadar melakukan pekerjaan yang dihadapi. Kesadaran yang dimaksud di sini dapat
bersumber dari faktor-faktor internal dan dapat pula muncul secara eksternal.
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan
(Handoko dan Sukanto, 1995:256). Sedangkan motivasi menurut Munandar (2014:323)
adalah suatu proses di mana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk
melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.
Tujuan yang, jika dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut. Sementara itu, motivasi menurut Luthans (2006: 270) adalah proses yang
dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku
atau dorongan yang ditunjukkan untuk tujuan atau insentif.
Dari beberapa pengertian motivasi kerja
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang muncul
pada diri individu baik internal maupun eksternal untuk melakukan kegiatan yang
mengarah ke tercapainya suatu tujuan.
Kepuasan kerja dan motivasi memiliki keterkaitan
yang cukup erat dalam diri seorang pekerja. Hubungan tersebut dapat digambarkan
dan dijelaskan sebagai berikut (Gomes, 1995) dalam Tyiono (2012:155-157):
KEPUASAN
Tinggi Rendah
I. Nilai positif bagi
organisasi dan bagi
pegawai
|
II. Nilai positif bagi organisasi dan nilai negatif bagi
pegawai
|
III. Nilai negatif bagi organisasi dan positif bagi
pegawai
|
IV. Nilai negatif bagi organisasi dan bagi pegawai
|
M
O
T Tinggi
I
V
A Rendah
S
I
Gambar 1
Keterkaitan
antara Motivasi dan Kepuasan Kerja
(Gomes,
1995 dalam Triyono, 2012: 156)
Kuadaran pertama menunjukkan keadaan
yang ideal, di mana pegawai dengan motivasi dan kepuasan yang tinggi akan
memberikan nilai yang positif baik terhadap individu pegawai maupun terhadap
organisasi. Pegawai dengan motivasi dan kepuasan tinggi tentunya akan
memberikan kontribusi tinggi terhadap perusahaan. Atas kontribusi yang tinggi,
maka organisasi akan memiliki outcomes
yang tinggi, dan dengan outcomes yang
tinggi, maka organisasi dapat memenuhi keinginan dan harapan balas jasa yang
layak pada diri pegawai.
Kuadran kedua menunjukkan keadaan di
mana pegawai motivasinya tinggi tetapi tidak puas terhadap pekerjaannya.
Apabila hal ini dibiarkan, dalam jangka panjang dapat menimbulkan protes
terhadap perusahaan atau pegawai memilih berpindah pekerjaan.
Kuadran ketiga menunjukkan keadaan di
mana pegawai tidak termotivasi oleh segala kepuasan terhadap pekerjaan yang
diberikan oleh perusahaan. Apabila hal ini dibiarkan, dalam jangka panjang
dapat menimbulkan keadaan kontra produktif bagi perusahaan, dan bukan tidak
mungkin perusahaan sulit berkembang atau bahkan mengalami krisis atau
kebangkrutan.
Kuadran keempat menunjukkan keadaan yang
paling buruk, di mana pegawai dengan motivasi dan kepuasan yang rendah akan
memberikan nilai yang negatif baik terhadap individu pegawai maupun terhadap
organisasi. Pegawai dengan motivasi dan kepuasan rendah tentunya akan
memberikan kontribusi rendah terhadap perusahaan. Atas kontribusi yang rendah,
maka oganisasi akan memiliki outcomes
yang sangat kecil, dan dengan outcomes yang
sangat kecil, maka organisasi tidak akan dapat memenuhi keinginan dan harapan
balas jasa yang layak pada diri pegawai.
Banyak teori motivasi yang telah
dikembangkan. Dari teori-teori motivasi yang ada, ada yang lebih menekankan
pada “Apa” yang memotivasi tenaga kerja, yaitu teori motivasi isi, dan ada yang
memusatkan perhatiannya pada “Bagaimana” proses motivasi berlangsung, yaitu
teori motivasi proses (Munandar, 2014: 326).
1)
Teori Motivasi Isi
a) Teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang bersinambung. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan faali (fisiologikal) merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Rasa aman, mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Sosial, mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Harga diri, dapat terungkap dalam keiginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Aktualisasi diri, kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki.
b) Teori
eksistensi – relasi – pertumbuhan yang dikembangkan oleh Alderfer. Teori
motivasi ini yang dikenal sebagai teori ERG sebagai singkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs. Alderfer mengelompokkan
kebutuhan ke dalam tiga kelompok, yaitu kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan
akan subtansi material. Kebutuhan hubungan (relatedness
needs), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang
lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan
kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan
mereka secara penuh.
c) Teori
dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi
yang dikembangkan oleh Herzberg. Ia temukan bahwa faktor-faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan.
d) Teori
motivasi berprestasi (Achievement
motivation) dikembangkan oleh David McClelland. Sebenarnya lebih tepat
teori ini disebut teori kebutuhan dari McClelland, karena ia tidak saja
meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tetapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa
(need for power), dan kebutuhan untuk
berafiliasi/berhubungan (need for
affiliation).
2)
Teori Motivasi Proses
a) Teori
pengukuhan (Reinforcement Theory).
Teori ini berhubungan dengan teori belajar operant
conditioning dari Skinner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok: aturan
pokok yang berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan
aturan yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
b) Teori
penetapan tujuan (Goal setting theory).
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba
menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions
(tujuan-tujuan) dengan perilaku.
c) Teori
harapan (Expectancy) sejak
dikembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih lanjut oleh para ahli
lain, antara lain oleh Porter & Lawler. Model teori harapan dari Lawler
menunjukkan empat asumsi:
(1)
Setiap hasil keluaran alternatif
mempunyai harkat (valence = V), yang
mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang.
(2)
Kemungkinan bahwa upaya (Effort = E) mereka akan mengarah ke
perilaku unjuk-kerja (performance =
P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.
(3)
Kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (Outcomes = O) tertentu akan diperoleh
setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
(4)
Tindakan dan upaya tersebut yang dipilih
oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan
P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model
harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Indeks motivasi = jumlah (E-P) x jumlah (P-O)(V)
d) Teori
keadilan (Equity theory) yang
dikembangkan oleh Adams bersibuk diri dengan memberi batasan tentang apa yang
dianggap adil atau wajar oleh orang dalam kebudayaan kita ini, dan dengan
reaksi-reaksi mereka kalau berada dalam situasi-situasi yang dipersepsikan
sebagai tidak adil/wajar.
a.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Motivasi Kerja
Bagi adminstrator atau manajer, yang
paling utama perlu mendapatkan perhatian adalah upaya membangkitkan motif kerja staf. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi, yaitu (Danim, 2004: 30-31):
1) Gaya
kepemimpinan administrator
Kepemimpinan
dengan gaya otoriter membuat pekerja menjadi tertekan dan tak acuh dalam
bekerja. Namun demikian manusia dengan tipe X menurut Mc Gregor atau manusia
kekanak-kanakkan menurut Argyris perlu didekati secara otoriter. Manusia dengan
tipe Y menurut Mc Gregor atau manusia dewasa menurut Argyris perlu didekati
secara demokratis. Dengan demikian perilaku kepemimpinan yang cocok adalah kepemimpinan
situasional (situasional leadership).
Tugas pemimpin disini antara lain adalah membangun kesadaran karyawannya.
Bentuk-bentuk kesadaran itu antara lain: rasa malu jika melanggar peraturan,
gaya kerja konsisten menurut situasi, tidak menunda pekerjaan yang dapat
diselesaikan sekarang, membantu rekan yang memerlukan bantuan, tepat waktu.
2) Sikap
individu
Ada
individu yang statis dan ada pula individu yang dinamis. Demikian juga, ada
individu yang bermotivasi kerja tinggi dan ada pula yang bermotivasi kerja
rendah. Situasi dan kondisi di luar diri individu memberi pengaruh terhadap
motivasi. Akan tetapi yang paling menentukan adalah individu itu sendiri.
Karakteristik individu mendukung menurunnya motivasi adalah: sikap tidak mau
meraih prestasi baru, rasa cepat puas, usil, lemah fisik.
3) Situasi
kerja
Lingkungan
kerja, jarak tempuh dan fasilitas yang tersedia membangkitkan motivasi, jika
persyaratan terpenuhi. Tetapi apabila persyaratan tersebut tidak diperhatikan
dapat menekan motivasi. Orang dapat bekerja dengan baik jika faktor
pendukungnya terpenuhi. Sebaliknya, pekerja dapat menjadi frustasi jika faktor
pendukung yang dia kehendaki tidak tersedia.
b.
Indikator
Motivasi Kerja
Indikator motivasi kerja yang dijelaskan
oleh Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (1978) dalam Danim (2004: 25-26)
menjelaskan secara rinci Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow, disertai
indikator fisik dan psikologik seperti yang tertuang sebagai berikut:
1) Kebutuhan
fisik sebagai tingkat pertama memegang peranan penting dalam keseluruhan
organisme kehidupan manusia, seperti: rasa lapar, haus, seks, rasa enak, tidur,
dan istirahat.
2) Kebutuhan
akan keamanan (rasa aman) sebagai tingkatan kedua berhubungan dengan dorongan
mencari rasa damai dan masyarakat stabil, seperti: menghindari bahaya dan bebas
dari rasa takut atau terancam.
3) Rasa
diterima/disertakan, cinta, dan kebutuhan sosial. Kebutuhan tingkat ketiga ini
memegang peranan penting pada abad modern ini. Maslow menganggap bahwa
ketidakmampuan manusia menyesuaiakan diri disebabkan oleh karena
ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan ini, seperti: rasa bahagia berkumpul dan
berserikat, perasaan diterima dalam kelompok, rasa bersahabat, dan afeksi.
4) Rasa
hormat adalah tingkat kebutuhan yang keempat. Termasuk kebutuhan pada tingkat
ini adalah keinginan berprestasi, berkompetisi, menggapai status, dan
sebagainya. Seperti: menerima keberhasilan diri, kompetensi, keyakinan, rasa
diterima orang lain, aspirasi, rekognisi, dan dignitas atau martabat.
5) Aktualisasi
atau realisasi diri adalah tingkat kebutuhan yang kelima, yang meliputi
keinginan memngembangkan diri secara optimal, kreativitas dan ekspresi diri.
Dalam mewujudkan suatu tujuan organisasi
seorang manajer perlu upaya dalam meningkatkan motivasi kerja, sebagai berikut
(Munandar, 2014: 342-346):
1) Peran
pemimpin/atasan
Ada
dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu bersikap keras dan
memberi tujuan yang bermakna.
a) Bersikap
keras
Dengan
memaksakan tenaga untuk bekerja keras atau dengan memberikan ancaman, maka
tenaga kerja, kalau tidak dapat menghindarkan diri dari situasi yang mengancam
tersebut, akan bekerja keras.
b) Memberi
tujuan yang bermakna
Bersama-sama
dengan tenaga kerja yang bersangkutan ditemukan tujuan-tujuan yang bermakna,
sesuai dengan kemampuannya, yang dapat dicapai melalui prestasi kerjanya yang
tinggi.
2) Peran
diri sendiri
Orang-orang
dari tipe X, dari teori McGregor, memiliki motivasi yang bercorak reaktif.
Mereka memerlukan orang lain untuk mendorong mereka, “memaksa” untuk bekerja.
Tenaga kerja tipe X perlu diubah menjadi tenaga kerja tipe Y yang memiliki
motivasi kerja yang proaktif. Kepemimpinan transformasional dan transaksional
dapat membantu tenaga kerja menjadi tenaga kerja dengan motivasi kerja yang
proaktif.
3) Peran
organisasi
Berbagai
kebijakan dan peraturan perusahaan dapat “menarik” atau “mendorong” motivasi
kerja seorang tenaga kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM = Quality Cirkels) merupakan satu kebijakan yang dituangkan ke dalam
berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan
pemecahan masalah dalam kelompok kecil, khususnya kelompok pekerja (operator).
Kebijakan lain yang berkaitan dengan motivasi kerja ialah kebijakan di bidang
imbalan keuangan. Di samping kebijakan dan peraturan-peraturan di atas,
kebijakan dan peraturan lain dapat disusun dan ditetapkan yang dapat mendorong
atau menarik keluar motivasi tenaga kerja.
No comments:
Post a Comment