Thursday, August 8, 2019

Hal-Hal yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Seseorang


1.      Motivasi Kerja
a.      Pengertian Motivasi Kerja

Hasil gambar untuk Motivasi kerja
Istilah motivasi (Motivation) atau motif (Motive) populer di dalam dunia kehidupan yang menuntut prestasi. Motivasi kerja menurut Danim (2004:24) adalah dorongan yang muncul pada diri individu untuk secara sadar melakukan pekerjaan yang dihadapi. Kesadaran yang dimaksud di sini dapat bersumber dari faktor-faktor internal dan dapat pula muncul secara eksternal. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Handoko dan Sukanto, 1995:256). Sedangkan motivasi menurut Munandar (2014:323) adalah suatu proses di mana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang, jika dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sementara itu, motivasi menurut Luthans (2006: 270) adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditunjukkan untuk tujuan atau insentif.
Dari beberapa pengertian motivasi kerja di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang muncul pada diri individu baik internal maupun eksternal untuk melakukan kegiatan yang mengarah ke tercapainya suatu tujuan.
Kepuasan kerja dan motivasi memiliki keterkaitan yang cukup erat dalam diri seorang pekerja. Hubungan tersebut dapat digambarkan dan dijelaskan sebagai berikut (Gomes, 1995) dalam Tyiono (2012:155-157):
KEPUASAN
Tinggi                      Rendah
I. Nilai positif bagi      organisasi        dan bagi pegawai
II. Nilai positif bagi organisasi dan nilai negatif bagi pegawai
III. Nilai negatif bagi organisasi dan positif bagi pegawai
IV. Nilai negatif bagi organisasi dan bagi pegawai
M
O
T     Tinggi
I
V
A     Rendah
S
I
Gambar 1
Keterkaitan antara Motivasi dan Kepuasan Kerja
(Gomes, 1995 dalam Triyono, 2012: 156)


Kuadaran pertama menunjukkan keadaan yang ideal, di mana pegawai dengan motivasi dan kepuasan yang tinggi akan memberikan nilai yang positif baik terhadap individu pegawai maupun terhadap organisasi. Pegawai dengan motivasi dan kepuasan tinggi tentunya akan memberikan kontribusi tinggi terhadap perusahaan. Atas kontribusi yang tinggi, maka organisasi akan memiliki outcomes yang tinggi, dan dengan outcomes yang tinggi, maka organisasi dapat memenuhi keinginan dan harapan balas jasa yang layak pada diri pegawai.
Kuadran kedua menunjukkan keadaan di mana pegawai motivasinya tinggi tetapi tidak puas terhadap pekerjaannya. Apabila hal ini dibiarkan, dalam jangka panjang dapat menimbulkan protes terhadap perusahaan atau pegawai memilih berpindah pekerjaan.
Kuadran ketiga menunjukkan keadaan di mana pegawai tidak termotivasi oleh segala kepuasan terhadap pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan. Apabila hal ini dibiarkan, dalam jangka panjang dapat menimbulkan keadaan kontra produktif bagi perusahaan, dan bukan tidak mungkin perusahaan sulit berkembang atau bahkan mengalami krisis atau kebangkrutan.
Hasil gambar untuk Motivasi kerjaKuadran keempat menunjukkan keadaan yang paling buruk, di mana pegawai dengan motivasi dan kepuasan yang rendah akan memberikan nilai yang negatif baik terhadap individu pegawai maupun terhadap organisasi. Pegawai dengan motivasi dan kepuasan rendah tentunya akan memberikan kontribusi rendah terhadap perusahaan. Atas kontribusi yang rendah, maka oganisasi akan memiliki outcomes yang sangat kecil, dan dengan outcomes yang sangat kecil, maka organisasi tidak akan dapat memenuhi keinginan dan harapan balas jasa yang layak pada diri pegawai.

Banyak teori motivasi yang telah dikembangkan. Dari teori-teori motivasi yang ada, ada yang lebih menekankan pada “Apa” yang memotivasi tenaga kerja, yaitu teori motivasi isi, dan ada yang memusatkan perhatiannya pada “Bagaimana” proses motivasi berlangsung, yaitu teori motivasi proses (Munandar, 2014: 326).

                                   1)      Teori Motivasi Isi

a)     
Teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang bersinambung. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan faali (fisiologikal) merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Rasa aman, mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Sosial, mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Harga diri, dapat terungkap dalam keiginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Aktualisasi diri, kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki.
b)      Teori eksistensi – relasi – pertumbuhan yang dikembangkan oleh Alderfer. Teori motivasi ini yang dikenal sebagai teori ERG sebagai singkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs. Alderfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok, yaitu kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan subtansi material. Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh.
c)      Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi yang dikembangkan oleh Herzberg. Ia temukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan.
d)     Teori motivasi berprestasi (Achievement motivation) dikembangkan oleh David McClelland. Sebenarnya lebih tepat teori ini disebut teori kebutuhan dari McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tetapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi/berhubungan (need for affiliation).
                                        2)      Teori Motivasi Proses
a)      Teori pengukuhan (Reinforcement Theory). Teori ini berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok: aturan pokok yang berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
b)      Teori penetapan tujuan (Goal setting theory). Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
c)      Teori harapan (Expectancy) sejak dikembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih lanjut oleh para ahli lain, antara lain oleh Porter & Lawler. Model teori harapan dari Lawler menunjukkan empat asumsi:
                                                  (1)            Setiap hasil keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang.
                                                  (2)            Kemungkinan bahwa upaya (Effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.
                                                  (3)             Kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (Outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
                                                  (4)            Tindakan dan upaya tersebut yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Indeks motivasi = jumlah (E-P) x jumlah (P-O)(V)
d)     Teori keadilan (Equity theory) yang dikembangkan oleh Adams bersibuk diri dengan memberi batasan tentang apa yang dianggap adil atau wajar oleh orang dalam kebudayaan kita ini, dan dengan reaksi-reaksi mereka kalau berada dalam situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tidak adil/wajar.
a.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja
Bagi adminstrator atau manajer, yang paling utama perlu mendapatkan perhatian adalah upaya membangkitkan motif  kerja staf. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu (Danim, 2004: 30-31):
1)      Gaya kepemimpinan administrator
Kepemimpinan dengan gaya otoriter membuat pekerja menjadi tertekan dan tak acuh dalam bekerja. Namun demikian manusia dengan tipe X menurut Mc Gregor atau manusia kekanak-kanakkan menurut Argyris perlu didekati secara otoriter. Manusia dengan tipe Y menurut Mc Gregor atau manusia dewasa menurut Argyris perlu didekati secara demokratis. Dengan demikian perilaku kepemimpinan yang cocok adalah kepemimpinan situasional (situasional leadership). Tugas pemimpin disini antara lain adalah membangun kesadaran karyawannya. Bentuk-bentuk kesadaran itu antara lain: rasa malu jika melanggar peraturan, gaya kerja konsisten menurut situasi, tidak menunda pekerjaan yang dapat diselesaikan sekarang, membantu rekan yang memerlukan bantuan, tepat waktu.
2)      Sikap individu
Ada individu yang statis dan ada pula individu yang dinamis. Demikian juga, ada individu yang bermotivasi kerja tinggi dan ada pula yang bermotivasi kerja rendah. Situasi dan kondisi di luar diri individu memberi pengaruh terhadap motivasi. Akan tetapi yang paling menentukan adalah individu itu sendiri. Karakteristik individu mendukung menurunnya motivasi adalah: sikap tidak mau meraih prestasi baru, rasa cepat puas, usil, lemah fisik.
3)      Situasi kerja
Lingkungan kerja, jarak tempuh dan fasilitas yang tersedia membangkitkan motivasi, jika persyaratan terpenuhi. Tetapi apabila persyaratan tersebut tidak diperhatikan dapat menekan motivasi. Orang dapat bekerja dengan baik jika faktor pendukungnya terpenuhi. Sebaliknya, pekerja dapat menjadi frustasi jika faktor pendukung yang dia kehendaki tidak tersedia.
b.      Indikator Motivasi Kerja
Indikator motivasi kerja yang dijelaskan oleh Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (1978) dalam Danim (2004: 25-26) menjelaskan secara rinci Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow, disertai indikator fisik dan psikologik seperti yang tertuang sebagai berikut:
1)      Kebutuhan fisik sebagai tingkat pertama memegang peranan penting dalam keseluruhan organisme kehidupan manusia, seperti: rasa lapar, haus, seks, rasa enak, tidur, dan istirahat.
2)      Kebutuhan akan keamanan (rasa aman) sebagai tingkatan kedua berhubungan dengan dorongan mencari rasa damai dan masyarakat stabil, seperti: menghindari bahaya dan bebas dari rasa takut atau terancam.
3)      Rasa diterima/disertakan, cinta, dan kebutuhan sosial. Kebutuhan tingkat ketiga ini memegang peranan penting pada abad modern ini. Maslow menganggap bahwa ketidakmampuan manusia menyesuaiakan diri disebabkan oleh karena ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan ini, seperti: rasa bahagia berkumpul dan berserikat, perasaan diterima dalam kelompok, rasa bersahabat, dan afeksi.
4)      Rasa hormat adalah tingkat kebutuhan yang keempat. Termasuk kebutuhan pada tingkat ini adalah keinginan berprestasi, berkompetisi, menggapai status, dan sebagainya. Seperti: menerima keberhasilan diri, kompetensi, keyakinan, rasa diterima orang lain, aspirasi, rekognisi, dan dignitas atau martabat.
5)      Aktualisasi atau realisasi diri adalah tingkat kebutuhan yang kelima, yang meliputi keinginan memngembangkan diri secara optimal, kreativitas dan ekspresi diri.
Dalam mewujudkan suatu tujuan organisasi seorang manajer perlu upaya dalam meningkatkan motivasi kerja, sebagai berikut (Munandar, 2014: 342-346):
1)      Peran pemimpin/atasan
Ada dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu bersikap keras dan memberi tujuan yang bermakna.
a)      Bersikap keras
Dengan memaksakan tenaga untuk bekerja keras atau dengan memberikan ancaman, maka tenaga kerja, kalau tidak dapat menghindarkan diri dari situasi yang mengancam tersebut, akan bekerja keras.
b)      Memberi tujuan yang bermakna
Bersama-sama dengan tenaga kerja yang bersangkutan ditemukan tujuan-tujuan yang bermakna, sesuai dengan kemampuannya, yang dapat dicapai melalui prestasi kerjanya yang tinggi.
2)      Peran diri sendiri
Orang-orang dari tipe X, dari teori McGregor, memiliki motivasi yang bercorak reaktif. Mereka memerlukan orang lain untuk mendorong mereka, “memaksa” untuk bekerja. Tenaga kerja tipe X perlu diubah menjadi tenaga kerja tipe Y yang memiliki motivasi kerja yang proaktif. Kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat membantu tenaga kerja menjadi tenaga kerja dengan motivasi kerja yang proaktif.
3)      Peran organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat “menarik” atau “mendorong” motivasi kerja seorang tenaga kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM = Quality Cirkels) merupakan satu kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan pemecahan masalah dalam kelompok kecil, khususnya kelompok pekerja (operator). Kebijakan lain yang berkaitan dengan motivasi kerja ialah kebijakan di bidang imbalan keuangan. Di samping kebijakan dan peraturan-peraturan di atas, kebijakan dan peraturan lain dapat disusun dan ditetapkan yang dapat mendorong atau menarik keluar motivasi tenaga kerja.

Daftar PustakaDanim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka CiptaHandoko, T. Hani., dan Sukanto Reksohadiprodjo. 1995. Organisasi Perusahaan Teori, Struktur, dan Perilaku. Yogyakarta: BPFEMunandar, Ashar Sunyoto. 2014. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI PressTriyono, Ayon. 2012. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: ORYZARivai, Veithzal., Ella Jauvani Sagala. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, dari Teori ke Praktik. Jakarta: RajaGrafindo Persada



No comments:

Post a Comment

Hal-hal yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai

1.       Kepuasan Kerja a.       Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja menurut Luthans   (2006:243) adalah sebagai hasil dari p...