Thursday, August 8, 2019

Hal-hal yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai


1.      Kepuasan Kerja
a.      Pengertian Kepuasan Kerja
Hasil gambar untuk kepuasan kerja
Kepuasan kerja menurut Luthans  (2006:243) adalah sebagai hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Sunyoto (2015:211) mengatakan kepuasan kerja (Job Satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Sedangkan, kepuasan kerja menurut Rivai dan Ella (2011:865) adalah evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Sementara itu, Kreithner dan Kinicki (2001) dalam Wibowo (2007: 324) mengatakan kepuasan kerja merupakan respon affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini menunjukkan bahwa job satisfaction bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lain.  
Dari beberapa pengertian kepuasan kerja diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh karyawan yang diwujudkan dalam sikap positif atau negatif terhadap pekerjaannya yang terjadi di lingkungan kerjanya.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Steers (1977:129) bahwa bila para pekerja merasa bahwa mereka adalah bagian yang integral dari organisasi dan bahwa para atasan mereka secara pribadi memperhatikan kesejahteraan mereka, tidaklah mengherankan bila mereka akan merasakan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi.
b.        Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Kreitner dan Kinicki (2001) mengatakan hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa manager dapat memengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja (Wibowo, 2016:  418). Beberapa korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1)      Motivasi (Motivation)
Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi dengan kepuasan kerja. Karena kepuasan dengan supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja. Manajer secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.
1)      Pelibatan Kerja (Job Involvement)
Pelibatan kerja menunjukkan kenyataan di mana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Penelitian menunjukkan bahwa pelibatan kerja mempunyai hubungan moderat dengan kepuasan kerja. Untuk itu, manajer didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk mendorong keterlibatan kerja pekerja.
2)      Organization Citizenchip Behavior
Organizational citizenchip behavior merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya. Sebagai contoh adalah adanya bisik-bisik sebagai pernyataan konstruktif tentang departemen, ekspresi tentang perhatian pribadi atas pekerjaan orang lain, saran untuk perbaikan, melatih orang baru, menghargai semangat, perhatian terhadap kekayaan organisasi dan kehadiran diatas standar yang ditentukan. Organizational citizenchip behavior lebih banyak ditentukan oleh kepemimpinan dan karakteristik lingkungan kerja daripada oleh kepribadian pekerja.
3)      Komitmen Organisasi (Organization Commitment)
Komitmen organisasi mencerminkan tingkatan di mana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan. Manajer disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktivitas lebih tinggi.
4)      Kemangkiran (Absentism)
Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap mencari cara untuk menguranginya. Satu rekomendasi telah meningkatkan kepuasan kerja. Apabila rekomendasinya sah, akan terdapat korelasi negatif antara kepuasan dan kemangkiran. Dengan kata lain, apabila kepuasan meningkat, kemangkiran akan turun. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan terdapat hubungan negatif yang lemah antara kepuasan dan kemangkiran. Oleh karena itu, manajer akan lebih menyadari setiap penurunan signifikan dalam kemangkiran akan meningkatkan kepuasan kerja.
5)      Perputaran (Turnover)
Perputaran sangat penting bagi manajer karena mengganggu kontinuitas organisasi dan sangat mahal. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif moderat antara kepuasan dan perputaran. Dengan kekuatan hubungan tertentu, manajer disarankan untuk mengurangi perputaran dengan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.

6)      Perasaan Stress (Perceived Stress)
Stres dapat berpengaruh sangat negatif terhadap perilaku organisasi dan kesehatan individu. Stres secara positif berhubungan dengan kemangkiran, perputaran, sakit jantung koroner, dan pemeriksaan virus. Penelitian menunjukkan hubungan negatif kuat antara perasaan stres dengan kepuasan kerja. Diharapkan manajer berusaha mengurangi dampak negatif stres dengan memperbaiki kepuasan kerja.
7)      Prestasi Kerja (Job Performance)
Kontroversi terbesar dalam penelitian organisasi adalah tentang hubungan antara kepuasan dengan prestasi kerja atau kinerja. Ada yang menyatakan kepuasan mempengaruhi prestasi kerja lebih tinggi, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa prestasi kerja mempengaruhi kepuasan. Penelitian untuk menghapuskan kontroversi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan kinerja.
Dari sekian banyak hubungan korelasi kepuasan kerja diatas, motivasi dan keterlibatan kerja yang menjadi fokus penelitian ini, karena motivasi adalah hal yang paling dasar dibutuhkan oleh seseorang. Dalam konteks kerja keorganisasian, motivasi kerja karyawan yang ada di organisasi itu secara hipotetik memberi efek positif terhadap efektivitas dan efisiensi kerja organisasi tersebut termasuk kesehatan iklim kerja (Danim, 2004: 2). Selain itu, keterlibatan kerja memiliki arti penting dalam pengembanngan organisasi terlihat dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan untuk melihat keterlibatan kerja karyawan pada organisasi (Khan et.al., 2011). Sebagaimana Wirawan (2014:348) mengatakan bahwa pegawai yang menunjukkan keterlibatan kerja yang tinggi dapat lebih untuk mengubah lingkungan kerja.
c.       Indikator Kepuasan Kerja
Adapun indikator kepuasan kerja yang akan dinilai adalah sebagai berikut (Luthans, 2006:243):
1)      Pekerjaan itu sendiri: dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Penelitian terbaru menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan antara kepribadian dan kepuasan kerja, dan jika persyaratan kreatif pekerjaan karyawan terpenuhi, maka mereka cenderung menjadi puas. Pada tingkat yang lebih pragmatis, beberapa unsur paling penting dari kepuasan kerja yang tidak dibahas dalam survei selama bertahun-tahun menyimpulkan pekerjaan yang menarik dan menantang, dan survei terbaru menemukan bahwa perkembangan karier (tidak perlu promosi) merupakan hal paling penting untuk karyawan muda dan tua.
2)      Gaji: sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi. Upah dan gaji dikenal menjadi signifikan, tetapi kompleks secara kognitif dan merupakan faktor multidimensi dalam kepuasan kerja. Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. Benefit tambahan juga penting, tetapi tidak begitu berpengaruh. Suatu alasan yang tidak terelakkan adalah kebanyakan karyawan bahkan tidak mengetahui seberapa banyak mereka menerima benefit. Selain itu, kebanyakan karyawan juga cenderung menganggap remeh benefit karena mereka tidak menyadari nilai moneter yang signifikan.
3)      Kesempatan promosi: kesempatan untuk maju dalam organisasi. Kesempatan promosi sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan. Perbedaan ini membantu menjelaskan mengapa promosi eksekutif mungkin lebih memuaskan dari pada promosi yang terjadi pada level bawah organisasi. Lingkungan kerja yang positif dan kesempatan untuk berkembang secara intelektual dan memperluas keahlian dasar menjadi lebih penting dari pada kesempatan promosi.
4)      Pengawasan: kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. Pengawasan (supervisi) merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja. Akan tetapi, saat ini dapat dikatakan bahwa ada dua dimensi gaya pengawasan yang memengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah berpusat pada karyawan, diukur menurut tingkat di mana penyelia menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan. Dimensi yang lain adalah partisipasi atau pengaruh, seperti diilustrasikan manajer yang memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka.
5)      Rekan kerja: tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial. Pada umumnya, rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. Kelompok kerja, terutama tim yang “kuat”, bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota individu. Kelompok kerja yang “baik” atau tim yang efektif membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. Akan tetapi, faktor tersebut bukan hal penting bagi kepuasan kerja. Sebaliknya, jika kondisi sebaliknya yang terjadi orang sulit untuk bekerja sama faktor itu mungkin memiliki efek negatif pada kepuasan kerja.
Hasil gambar untuk kepuasan kerja



Daftar Puataka



Gibson, Ivancevich dan Donneley. 1990. OrganisasidanManajemen: Perilaku, Struktur dan Proses. Jakarta: Erlangga .1997. Organisasi. Ed  2. Akarta: Binarupa Aksara

 Handoko, T. Hani., dan Sukanto Reksohadiprodjo. 1995. Organisasi Perusahaan Teori, Struktur, dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE

Luthan, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Yogjakarta: Andi

Rivai, Veithzal., Ella Jauvani Sagala. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, dari Teori ke Praktik. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Sunyoto, Danang. 2015. Manajemen dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CAPS Strauus, George dan Leonard R. Sayles. 1990. Manajemen Personalia: Segi Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Binaman Pressindo

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: RajaGrafindo Persada . 2016. Manajemen Kinerja. Jakarta: RajaGrafindo Persada Wirawan. 2014. Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Hal-Hal yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Seseorang


1.      Motivasi Kerja
a.      Pengertian Motivasi Kerja

Hasil gambar untuk Motivasi kerja
Istilah motivasi (Motivation) atau motif (Motive) populer di dalam dunia kehidupan yang menuntut prestasi. Motivasi kerja menurut Danim (2004:24) adalah dorongan yang muncul pada diri individu untuk secara sadar melakukan pekerjaan yang dihadapi. Kesadaran yang dimaksud di sini dapat bersumber dari faktor-faktor internal dan dapat pula muncul secara eksternal. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Handoko dan Sukanto, 1995:256). Sedangkan motivasi menurut Munandar (2014:323) adalah suatu proses di mana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang, jika dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sementara itu, motivasi menurut Luthans (2006: 270) adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditunjukkan untuk tujuan atau insentif.
Dari beberapa pengertian motivasi kerja di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang muncul pada diri individu baik internal maupun eksternal untuk melakukan kegiatan yang mengarah ke tercapainya suatu tujuan.
Kepuasan kerja dan motivasi memiliki keterkaitan yang cukup erat dalam diri seorang pekerja. Hubungan tersebut dapat digambarkan dan dijelaskan sebagai berikut (Gomes, 1995) dalam Tyiono (2012:155-157):
KEPUASAN
Tinggi                      Rendah
I. Nilai positif bagi      organisasi        dan bagi pegawai
II. Nilai positif bagi organisasi dan nilai negatif bagi pegawai
III. Nilai negatif bagi organisasi dan positif bagi pegawai
IV. Nilai negatif bagi organisasi dan bagi pegawai
M
O
T     Tinggi
I
V
A     Rendah
S
I
Gambar 1
Keterkaitan antara Motivasi dan Kepuasan Kerja
(Gomes, 1995 dalam Triyono, 2012: 156)


Kuadaran pertama menunjukkan keadaan yang ideal, di mana pegawai dengan motivasi dan kepuasan yang tinggi akan memberikan nilai yang positif baik terhadap individu pegawai maupun terhadap organisasi. Pegawai dengan motivasi dan kepuasan tinggi tentunya akan memberikan kontribusi tinggi terhadap perusahaan. Atas kontribusi yang tinggi, maka organisasi akan memiliki outcomes yang tinggi, dan dengan outcomes yang tinggi, maka organisasi dapat memenuhi keinginan dan harapan balas jasa yang layak pada diri pegawai.
Kuadran kedua menunjukkan keadaan di mana pegawai motivasinya tinggi tetapi tidak puas terhadap pekerjaannya. Apabila hal ini dibiarkan, dalam jangka panjang dapat menimbulkan protes terhadap perusahaan atau pegawai memilih berpindah pekerjaan.
Kuadran ketiga menunjukkan keadaan di mana pegawai tidak termotivasi oleh segala kepuasan terhadap pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan. Apabila hal ini dibiarkan, dalam jangka panjang dapat menimbulkan keadaan kontra produktif bagi perusahaan, dan bukan tidak mungkin perusahaan sulit berkembang atau bahkan mengalami krisis atau kebangkrutan.
Hasil gambar untuk Motivasi kerjaKuadran keempat menunjukkan keadaan yang paling buruk, di mana pegawai dengan motivasi dan kepuasan yang rendah akan memberikan nilai yang negatif baik terhadap individu pegawai maupun terhadap organisasi. Pegawai dengan motivasi dan kepuasan rendah tentunya akan memberikan kontribusi rendah terhadap perusahaan. Atas kontribusi yang rendah, maka oganisasi akan memiliki outcomes yang sangat kecil, dan dengan outcomes yang sangat kecil, maka organisasi tidak akan dapat memenuhi keinginan dan harapan balas jasa yang layak pada diri pegawai.

Banyak teori motivasi yang telah dikembangkan. Dari teori-teori motivasi yang ada, ada yang lebih menekankan pada “Apa” yang memotivasi tenaga kerja, yaitu teori motivasi isi, dan ada yang memusatkan perhatiannya pada “Bagaimana” proses motivasi berlangsung, yaitu teori motivasi proses (Munandar, 2014: 326).

                                   1)      Teori Motivasi Isi

a)     
Teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang bersinambung. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan faali (fisiologikal) merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Rasa aman, mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Sosial, mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Harga diri, dapat terungkap dalam keiginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Aktualisasi diri, kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki.
b)      Teori eksistensi – relasi – pertumbuhan yang dikembangkan oleh Alderfer. Teori motivasi ini yang dikenal sebagai teori ERG sebagai singkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs. Alderfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok, yaitu kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan subtansi material. Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh.
c)      Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi yang dikembangkan oleh Herzberg. Ia temukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan.
d)     Teori motivasi berprestasi (Achievement motivation) dikembangkan oleh David McClelland. Sebenarnya lebih tepat teori ini disebut teori kebutuhan dari McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tetapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi/berhubungan (need for affiliation).
                                        2)      Teori Motivasi Proses
a)      Teori pengukuhan (Reinforcement Theory). Teori ini berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok: aturan pokok yang berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
b)      Teori penetapan tujuan (Goal setting theory). Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
c)      Teori harapan (Expectancy) sejak dikembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih lanjut oleh para ahli lain, antara lain oleh Porter & Lawler. Model teori harapan dari Lawler menunjukkan empat asumsi:
                                                  (1)            Setiap hasil keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang.
                                                  (2)            Kemungkinan bahwa upaya (Effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.
                                                  (3)             Kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (Outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
                                                  (4)            Tindakan dan upaya tersebut yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Indeks motivasi = jumlah (E-P) x jumlah (P-O)(V)
d)     Teori keadilan (Equity theory) yang dikembangkan oleh Adams bersibuk diri dengan memberi batasan tentang apa yang dianggap adil atau wajar oleh orang dalam kebudayaan kita ini, dan dengan reaksi-reaksi mereka kalau berada dalam situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tidak adil/wajar.
a.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja
Bagi adminstrator atau manajer, yang paling utama perlu mendapatkan perhatian adalah upaya membangkitkan motif  kerja staf. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu (Danim, 2004: 30-31):
1)      Gaya kepemimpinan administrator
Kepemimpinan dengan gaya otoriter membuat pekerja menjadi tertekan dan tak acuh dalam bekerja. Namun demikian manusia dengan tipe X menurut Mc Gregor atau manusia kekanak-kanakkan menurut Argyris perlu didekati secara otoriter. Manusia dengan tipe Y menurut Mc Gregor atau manusia dewasa menurut Argyris perlu didekati secara demokratis. Dengan demikian perilaku kepemimpinan yang cocok adalah kepemimpinan situasional (situasional leadership). Tugas pemimpin disini antara lain adalah membangun kesadaran karyawannya. Bentuk-bentuk kesadaran itu antara lain: rasa malu jika melanggar peraturan, gaya kerja konsisten menurut situasi, tidak menunda pekerjaan yang dapat diselesaikan sekarang, membantu rekan yang memerlukan bantuan, tepat waktu.
2)      Sikap individu
Ada individu yang statis dan ada pula individu yang dinamis. Demikian juga, ada individu yang bermotivasi kerja tinggi dan ada pula yang bermotivasi kerja rendah. Situasi dan kondisi di luar diri individu memberi pengaruh terhadap motivasi. Akan tetapi yang paling menentukan adalah individu itu sendiri. Karakteristik individu mendukung menurunnya motivasi adalah: sikap tidak mau meraih prestasi baru, rasa cepat puas, usil, lemah fisik.
3)      Situasi kerja
Lingkungan kerja, jarak tempuh dan fasilitas yang tersedia membangkitkan motivasi, jika persyaratan terpenuhi. Tetapi apabila persyaratan tersebut tidak diperhatikan dapat menekan motivasi. Orang dapat bekerja dengan baik jika faktor pendukungnya terpenuhi. Sebaliknya, pekerja dapat menjadi frustasi jika faktor pendukung yang dia kehendaki tidak tersedia.
b.      Indikator Motivasi Kerja
Indikator motivasi kerja yang dijelaskan oleh Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (1978) dalam Danim (2004: 25-26) menjelaskan secara rinci Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow, disertai indikator fisik dan psikologik seperti yang tertuang sebagai berikut:
1)      Kebutuhan fisik sebagai tingkat pertama memegang peranan penting dalam keseluruhan organisme kehidupan manusia, seperti: rasa lapar, haus, seks, rasa enak, tidur, dan istirahat.
2)      Kebutuhan akan keamanan (rasa aman) sebagai tingkatan kedua berhubungan dengan dorongan mencari rasa damai dan masyarakat stabil, seperti: menghindari bahaya dan bebas dari rasa takut atau terancam.
3)      Rasa diterima/disertakan, cinta, dan kebutuhan sosial. Kebutuhan tingkat ketiga ini memegang peranan penting pada abad modern ini. Maslow menganggap bahwa ketidakmampuan manusia menyesuaiakan diri disebabkan oleh karena ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan ini, seperti: rasa bahagia berkumpul dan berserikat, perasaan diterima dalam kelompok, rasa bersahabat, dan afeksi.
4)      Rasa hormat adalah tingkat kebutuhan yang keempat. Termasuk kebutuhan pada tingkat ini adalah keinginan berprestasi, berkompetisi, menggapai status, dan sebagainya. Seperti: menerima keberhasilan diri, kompetensi, keyakinan, rasa diterima orang lain, aspirasi, rekognisi, dan dignitas atau martabat.
5)      Aktualisasi atau realisasi diri adalah tingkat kebutuhan yang kelima, yang meliputi keinginan memngembangkan diri secara optimal, kreativitas dan ekspresi diri.
Dalam mewujudkan suatu tujuan organisasi seorang manajer perlu upaya dalam meningkatkan motivasi kerja, sebagai berikut (Munandar, 2014: 342-346):
1)      Peran pemimpin/atasan
Ada dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu bersikap keras dan memberi tujuan yang bermakna.
a)      Bersikap keras
Dengan memaksakan tenaga untuk bekerja keras atau dengan memberikan ancaman, maka tenaga kerja, kalau tidak dapat menghindarkan diri dari situasi yang mengancam tersebut, akan bekerja keras.
b)      Memberi tujuan yang bermakna
Bersama-sama dengan tenaga kerja yang bersangkutan ditemukan tujuan-tujuan yang bermakna, sesuai dengan kemampuannya, yang dapat dicapai melalui prestasi kerjanya yang tinggi.
2)      Peran diri sendiri
Orang-orang dari tipe X, dari teori McGregor, memiliki motivasi yang bercorak reaktif. Mereka memerlukan orang lain untuk mendorong mereka, “memaksa” untuk bekerja. Tenaga kerja tipe X perlu diubah menjadi tenaga kerja tipe Y yang memiliki motivasi kerja yang proaktif. Kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat membantu tenaga kerja menjadi tenaga kerja dengan motivasi kerja yang proaktif.
3)      Peran organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat “menarik” atau “mendorong” motivasi kerja seorang tenaga kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM = Quality Cirkels) merupakan satu kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan pemecahan masalah dalam kelompok kecil, khususnya kelompok pekerja (operator). Kebijakan lain yang berkaitan dengan motivasi kerja ialah kebijakan di bidang imbalan keuangan. Di samping kebijakan dan peraturan-peraturan di atas, kebijakan dan peraturan lain dapat disusun dan ditetapkan yang dapat mendorong atau menarik keluar motivasi tenaga kerja.

Daftar PustakaDanim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka CiptaHandoko, T. Hani., dan Sukanto Reksohadiprodjo. 1995. Organisasi Perusahaan Teori, Struktur, dan Perilaku. Yogyakarta: BPFEMunandar, Ashar Sunyoto. 2014. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI PressTriyono, Ayon. 2012. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: ORYZARivai, Veithzal., Ella Jauvani Sagala. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, dari Teori ke Praktik. Jakarta: RajaGrafindo Persada



Hal-hal yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai

1.       Kepuasan Kerja a.       Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja menurut Luthans   (2006:243) adalah sebagai hasil dari p...